Birrul Walidain terdiri dari kata birru dan walidain. Birru atau al-birru berarti kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu bapak. Birrul walidain berarti berbuat baik kepada kedua orang tua.
Kedudukan Birrul walidain:
Birrul walidain memiliki kedudukan yang istimewa dalam Islam. Dalil yang membuktikan hal tsb. al:
1. Allah mewasiatkan kepada kita, manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana misalnya firman Allah dalam surah Al Ahqaaf: 25 yang artinya, "Kami wasiatkan kepada ummat manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua...."
2. Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua diletakkan Allah SWT di dalam Al Qur'an setelah perintah beribadah hanya kepada-Nya, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah: 83 yang artinya "Dan ingatlah ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil yaitu, "Janganlah kamu menyembah selain Allah, berbuat baiklah kepada ibu bapakmu,....""
3. Perintah berterima kasih kepada kedua orang tua diletakkan Allah SWT setelah perintah berterima kasih kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya di dalam surah Luqman: 14 yang artinya, "Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya, ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang semakin lemah, dan menyusukannya selama dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu."
4. Rasulullah SAW meletakkan birrul walidain ini sebagai amalan nomor dua terbaik setelah shalat tepat waktu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Diriwayatkan dari 'Abdullah ibnu Mas'ud ra, dia berkata, "Aku bertanya kepada Nabi SAW, "Apa amalan yang paling disukai oleh Allah SWT?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau SAW menjawab, "Birrul walidain." Kemudian aku bertanya lagi, "Seterusnya apa?" Beliau menjawab, "Jihad fi sabililah.""" (HR. Muttafaqun 'alaihi)
5. Perintah berbakti kepada kedua orang tua didahulukan atas jihad dan hijrah. Dalilnya, selain hadits yang telah disebutkan sebelumnya, "Dari ‘Abdullah bin ‘Amr ra, dia berkata, “Ada seorang laki-laki yang meminta izin kepada Nabi SAW untuk berjihad, maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Dia menjawab, "Ya, masih.” Beliau pun bersabda, “Maka pada keduanya, hendaklah engkau berbakti."” [HR. Muttafaqun 'alaihi]
Sejalan dengan hadits tadi di hadits lain Rasulullah SAWpun bersabda, "Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash ra, dia berkata, “Ada seorang laki-laki menghampiri Nabi SAW seraya berucap, "Aku berbai’at kepadamu untuk berhijrah dan berjihad dengan mengharapkan pahala dari Allah." Beliau bertanya, "Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup?" Dia menjawab, "Ya, masih, bahkan kedua-duanya." Maka beliau bersabda. “Berarti engkau menginginkan pahala dari Allah?” Dia menjawab, "Ya.“ Beliau bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu, lalu pergaulilah mereka dengan baik.””" [HR. Muslim]
Kita juga masih mengingat kisah Juraij yang hidup jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Dimana dalam kisah tersebut diceritakan bahwa Juraij sedang sholat Sunnah dan ibunya memanggilnya. Dengan keraguan Juraij berkata kepada diri sendiri, 'Ya Allah, ibuku atau shalatku'. Tetapi Juraij memilih untuk meneruskan shalatnya. Tidak berapa lama ibunya memanggil untuk yang kedua kalinya. Juraij bertanya lagi kepada diri sendiri, 'Ya Allah, ibuku atau shalatku'. Tetapi beliau masih memilih untuk meneruskan shalatnya. Oleh karena terlalu kecewa akhirnya perempuan itu berkata, 'Ya Allah, sesungguhnya Juraij adalah anakku. Aku sudah memanggilnya berulang kali, namun ternyata ia enggan menjawabnya. Ya Allah, janganlah Engkau matikan ia sebelum ia mendapat fitnah yang disebabkan oleh perempuan pelacur'. Akhir cerita Juraij difitnah oleh seorang pelacur yang mengaku bahwa dia melahirkan anak dan anak tersebut adalah anak Juraij. Lalu orang beramai-ramai datang kepada Juraij. Mereka berteriak memanggil Juraij, yang pada waktu itu sedang shalat. Maka sudah tentu Juraij tidak melayani panggilan mereka, akhirnya mereka merobohkan bangunan tempat ibadahnya. Tatkala melihat keadaan itu, Juraij keluar menemui mereka. Mereka berkata kepada Juraij. 'Tanyalah anak ini'. Juraij tersenyum, kemudian mengusap kepala anak tersebut dan bertanya. 'Siapakah bapakmu?'. Anak itu tiba-tiba menjawab, 'Bapakku adalah seorang pengembala kambing'. Setelah mendengar jawaban dari anak tersebut, mereka kelihatan menyesal, lalu berkata. 'Kami akan mendirikan tempat ibadahmu yang kami robohkan ini dengan emas dan perak'. Juraij berkata, 'Tidak perlu, biarkan ia menjadi debu seperti asalnya'. Kemudian Juraij meninggalkannya".
6. Rasulullah SAW meletakkan, durhaka kepada kedua orang tua sebagai dosa besar nomor dua setelah syirik, sebagaimana sabda beliau SAW. "Diriwayatkan oleh Abu Bakrah Nufa'i al Harits ra, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Tidakkah akan aku beritahukan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?" Beliau mengulangi lagi pertanyaan tsb tiga kali. Kemudian para sahabat mengiyakan. Lalu Rasulullah SAW menyebutkan, "Yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka kepada ibu bapak." Kemudian beliau merubah posisi duduknya dan berkata lagi, "Begitu juga perkataan dan sumpah palsu." Beliau mengulangi lagi hal yang demikian hingga kami mengharapkan mudah-mudahan beliau tidak menambahnya lagi." (HR. Muttafaqun 'alaihi)
7. Rasulullah SAW mengaitkan keridhaan Allah dan kemarahan Allah SWT dengan keridhaan dan kemarahan orang tua, sebagaimana sabda beliau SAW, "Keridhaan Allah ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan Allah ada pada kemarahan orang tua." (HR. Tirmidzi)
Inilah ketujuh dalil yang membuktikan keistimewaan birrul walidain di dalam Islam. Seorang anak, meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Namun sangat disayangkan, betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu mereka melupakan kewajiban ini. Dan ini mengingat kita kisah sahabat Al Qamah yang mengalami kesulitan ketika menjelang sakratul mautnya yang disebabkan ibunya tidak ridha, karena sang ibu merasa bahwa sang anak lebih memperhatikan sang isteri daripada dirinya. Dan Alhamdulillah diakhirnya sang ibu berkenan memaafkan anaknya, hingga akhirnya anaknya bisa menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan mengucapkan kalimat tauhid.
Lalu apa bentuk-bentuk birrul walidain atau dengan kata lain bagaimana cara kita mewujudkan birrul walidain ini?
Ada banyak cara agar kita sebagai anak dapat mewujudkan birrul walidain ini, al;
1. Meminta izin ketika kita akan melakukan sesuatu dan mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, dan masalah-masalah lainnya. Tentu saja keinginan kedua orang tua tsb. harus sesuai atau tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebagaimana firman Allah SWT di dalam surat Luqman ayat 15, "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik."
Dan sabda Rasulullah SAW bahwa, "Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah, ketaatan hanya semata dalam hal yang ma'ruf." (HR. Muslim)
Dalam hal ini, akan bisa memunculkan masalah, dan masalah terjadi bila ada perbedaan antara saran orang tua dengan keinginan kita sebagai anak, misalnya saja dalam masalah memilih jodoh. Masalah ini merupakan salah satu masalah dari banyak masalah yang sering terjadi. Solusi yang sering diambil anak dalam masalah ini adalah menikah tanpa memberitahukan kedua orang tuanya atau kita sering dengar istilah kawin lari. Dan dari kawin lari ini kemudian akan menimbulkan masalah baru, dan masalah yang paling sering terjadi adalah adanya jarak antara anak dan orang tua, adanya jarak antara menantu dan mertua, atau orang tua merasa diabaikan oleh anaknya karena anaknya lebih mengutamakan isterinya. Dalam kasus-kasus seperti ini, akhlaq sang anak diuji. Maukah dia menomorduakan keinginannya demi untuk melaksanakan birrul walidain? Namun demikian, perlu dicatat, bahwa orang tua yang bijak, tidak akan begitu saja memaksakan kehendaknya kepada anaknya. Disinilah diperlukan dialog dan keterbukaan.
2. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua
3. Bergaul dengan baik dan berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut sebagaimana firman Allah dalam surat Al Israa' ayat 23. "Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil."
4. Tawadhu’ (rendah hati) dan tidak boleh sombong apabila pendidikan sang anak lebih tinggi dari pada orang tuanya atau apabila sang sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena keberadaan kita di dunia melalui mereka berdua dan sewaktu kita lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, lalu orang tua kita memberi kita makan, minum, dan pakaian.
5. Membantu orang tua secara fisik dan finansial. Rasulullah SAW menjelaskan kepada kita bahwa betapapun banyaknya kita mengeluarkan uang atau membantu kedua orang tua, maka itu tidak sebanding dengan jasa mereka kepada kita.
6. Mendo'akan ibu bapak agar diberikan ampunan, rahmat, dan lain sebagainya, sebagaimana firman Allah dalam surat Nuh ayat 28 yang artinya, "Ya Rabbku, ampunilah aku, ibu bapakku, ...."
7. Setelah orang tua meninggal, birrul walidain masih dapat diteruskan dengan cara:
a. menyelenggarakan jenazahnya dengan sebaik-baiknya
b. melunasi hutang-hutannya
c. melaksanakan wasiatnya
d. meneruskan silaturrahmi yang dibinanya
e. memuliakan sahabat-sahabatnya dan
f. mendo'akannya
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW, "Seorang laki-laki dari Bani Salimah datang bertanya kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, adakah sesuatu yang masih dapat saya kerjakan untuk ibu bapak saya sesudah keduanya meninggal dunia?" Rasulullah SAW menjawab, "Ada, yaitu, mensholatkan jenazahnya, meminta ampunan baginya, menunaikan janjinya, meneruskan silaturahminya dan memuliakan sahabatnya."" (HR. Abu Daud)
Keutamaan birrul walidain, al:
1. Birrul walidain merupakan amal yang paling utama, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Diriwayatkan dari 'Abdullah ibnu Mas'ud ra, dia berkata, "Aku bertanya kepada Nabi SAW, "Apa amalan yang paling disukai oleh Allah SWT?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau SAW menjawab, "Birrul walidain." Kemudian aku bertanya lagi, "Seterusnya apa?" Beliau menjawab, "Jihad fi sabililah.""" (HR. Muttafaqun 'alaihi)
2. Ridha Allah bergantung Kkepada ridha orang tua, sebagaimana sabda beliau SAW, "Keridhaan Allah ada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah ada pada kemarahan orang tua." (HR. Tirmidzi)
3. Berbakti kepada orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami. Kita masih ingat hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar ra mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
4. Diluaskan rizki dan dipanjangkan umur, sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang “Artinya "Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahimnya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
5. Dimasukkan ke dalam surga oleh Allah SWT
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju surga, sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak dapat masuk ke dalam surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah SWT segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah SWT dan akan dimasukkan ke dalam surgaNya.
Tentang masalah shalat birrul walidain riwayat yg tsiqah untuk hal itu memang sepertinya tidak ada, namun bisa dikiaskan pada shalat hajat untuk meminta kemuliaan, keberkahan dan anugerah bagi ayah bunda, maka hal itu masyru' (diakui keshahihan riwayatnya dan dibahas jelas dalam syariah).
Kedudukan Birrul walidain:
Birrul walidain memiliki kedudukan yang istimewa dalam Islam. Dalil yang membuktikan hal tsb. al:
1. Allah mewasiatkan kepada kita, manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana misalnya firman Allah dalam surah Al Ahqaaf: 25 yang artinya, "Kami wasiatkan kepada ummat manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua...."
2. Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua diletakkan Allah SWT di dalam Al Qur'an setelah perintah beribadah hanya kepada-Nya, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah: 83 yang artinya "Dan ingatlah ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil yaitu, "Janganlah kamu menyembah selain Allah, berbuat baiklah kepada ibu bapakmu,....""
3. Perintah berterima kasih kepada kedua orang tua diletakkan Allah SWT setelah perintah berterima kasih kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya di dalam surah Luqman: 14 yang artinya, "Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya, ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang semakin lemah, dan menyusukannya selama dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu."
4. Rasulullah SAW meletakkan birrul walidain ini sebagai amalan nomor dua terbaik setelah shalat tepat waktu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Diriwayatkan dari 'Abdullah ibnu Mas'ud ra, dia berkata, "Aku bertanya kepada Nabi SAW, "Apa amalan yang paling disukai oleh Allah SWT?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau SAW menjawab, "Birrul walidain." Kemudian aku bertanya lagi, "Seterusnya apa?" Beliau menjawab, "Jihad fi sabililah.""" (HR. Muttafaqun 'alaihi)
5. Perintah berbakti kepada kedua orang tua didahulukan atas jihad dan hijrah. Dalilnya, selain hadits yang telah disebutkan sebelumnya, "Dari ‘Abdullah bin ‘Amr ra, dia berkata, “Ada seorang laki-laki yang meminta izin kepada Nabi SAW untuk berjihad, maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Dia menjawab, "Ya, masih.” Beliau pun bersabda, “Maka pada keduanya, hendaklah engkau berbakti."” [HR. Muttafaqun 'alaihi]
Sejalan dengan hadits tadi di hadits lain Rasulullah SAWpun bersabda, "Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash ra, dia berkata, “Ada seorang laki-laki menghampiri Nabi SAW seraya berucap, "Aku berbai’at kepadamu untuk berhijrah dan berjihad dengan mengharapkan pahala dari Allah." Beliau bertanya, "Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup?" Dia menjawab, "Ya, masih, bahkan kedua-duanya." Maka beliau bersabda. “Berarti engkau menginginkan pahala dari Allah?” Dia menjawab, "Ya.“ Beliau bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu, lalu pergaulilah mereka dengan baik.””" [HR. Muslim]
Kita juga masih mengingat kisah Juraij yang hidup jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Dimana dalam kisah tersebut diceritakan bahwa Juraij sedang sholat Sunnah dan ibunya memanggilnya. Dengan keraguan Juraij berkata kepada diri sendiri, 'Ya Allah, ibuku atau shalatku'. Tetapi Juraij memilih untuk meneruskan shalatnya. Tidak berapa lama ibunya memanggil untuk yang kedua kalinya. Juraij bertanya lagi kepada diri sendiri, 'Ya Allah, ibuku atau shalatku'. Tetapi beliau masih memilih untuk meneruskan shalatnya. Oleh karena terlalu kecewa akhirnya perempuan itu berkata, 'Ya Allah, sesungguhnya Juraij adalah anakku. Aku sudah memanggilnya berulang kali, namun ternyata ia enggan menjawabnya. Ya Allah, janganlah Engkau matikan ia sebelum ia mendapat fitnah yang disebabkan oleh perempuan pelacur'. Akhir cerita Juraij difitnah oleh seorang pelacur yang mengaku bahwa dia melahirkan anak dan anak tersebut adalah anak Juraij. Lalu orang beramai-ramai datang kepada Juraij. Mereka berteriak memanggil Juraij, yang pada waktu itu sedang shalat. Maka sudah tentu Juraij tidak melayani panggilan mereka, akhirnya mereka merobohkan bangunan tempat ibadahnya. Tatkala melihat keadaan itu, Juraij keluar menemui mereka. Mereka berkata kepada Juraij. 'Tanyalah anak ini'. Juraij tersenyum, kemudian mengusap kepala anak tersebut dan bertanya. 'Siapakah bapakmu?'. Anak itu tiba-tiba menjawab, 'Bapakku adalah seorang pengembala kambing'. Setelah mendengar jawaban dari anak tersebut, mereka kelihatan menyesal, lalu berkata. 'Kami akan mendirikan tempat ibadahmu yang kami robohkan ini dengan emas dan perak'. Juraij berkata, 'Tidak perlu, biarkan ia menjadi debu seperti asalnya'. Kemudian Juraij meninggalkannya".
6. Rasulullah SAW meletakkan, durhaka kepada kedua orang tua sebagai dosa besar nomor dua setelah syirik, sebagaimana sabda beliau SAW. "Diriwayatkan oleh Abu Bakrah Nufa'i al Harits ra, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Tidakkah akan aku beritahukan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?" Beliau mengulangi lagi pertanyaan tsb tiga kali. Kemudian para sahabat mengiyakan. Lalu Rasulullah SAW menyebutkan, "Yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka kepada ibu bapak." Kemudian beliau merubah posisi duduknya dan berkata lagi, "Begitu juga perkataan dan sumpah palsu." Beliau mengulangi lagi hal yang demikian hingga kami mengharapkan mudah-mudahan beliau tidak menambahnya lagi." (HR. Muttafaqun 'alaihi)
7. Rasulullah SAW mengaitkan keridhaan Allah dan kemarahan Allah SWT dengan keridhaan dan kemarahan orang tua, sebagaimana sabda beliau SAW, "Keridhaan Allah ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan Allah ada pada kemarahan orang tua." (HR. Tirmidzi)
Inilah ketujuh dalil yang membuktikan keistimewaan birrul walidain di dalam Islam. Seorang anak, meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Namun sangat disayangkan, betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu mereka melupakan kewajiban ini. Dan ini mengingat kita kisah sahabat Al Qamah yang mengalami kesulitan ketika menjelang sakratul mautnya yang disebabkan ibunya tidak ridha, karena sang ibu merasa bahwa sang anak lebih memperhatikan sang isteri daripada dirinya. Dan Alhamdulillah diakhirnya sang ibu berkenan memaafkan anaknya, hingga akhirnya anaknya bisa menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan mengucapkan kalimat tauhid.
Lalu apa bentuk-bentuk birrul walidain atau dengan kata lain bagaimana cara kita mewujudkan birrul walidain ini?
Ada banyak cara agar kita sebagai anak dapat mewujudkan birrul walidain ini, al;
1. Meminta izin ketika kita akan melakukan sesuatu dan mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, dan masalah-masalah lainnya. Tentu saja keinginan kedua orang tua tsb. harus sesuai atau tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebagaimana firman Allah SWT di dalam surat Luqman ayat 15, "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik."
Dan sabda Rasulullah SAW bahwa, "Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah, ketaatan hanya semata dalam hal yang ma'ruf." (HR. Muslim)
Dalam hal ini, akan bisa memunculkan masalah, dan masalah terjadi bila ada perbedaan antara saran orang tua dengan keinginan kita sebagai anak, misalnya saja dalam masalah memilih jodoh. Masalah ini merupakan salah satu masalah dari banyak masalah yang sering terjadi. Solusi yang sering diambil anak dalam masalah ini adalah menikah tanpa memberitahukan kedua orang tuanya atau kita sering dengar istilah kawin lari. Dan dari kawin lari ini kemudian akan menimbulkan masalah baru, dan masalah yang paling sering terjadi adalah adanya jarak antara anak dan orang tua, adanya jarak antara menantu dan mertua, atau orang tua merasa diabaikan oleh anaknya karena anaknya lebih mengutamakan isterinya. Dalam kasus-kasus seperti ini, akhlaq sang anak diuji. Maukah dia menomorduakan keinginannya demi untuk melaksanakan birrul walidain? Namun demikian, perlu dicatat, bahwa orang tua yang bijak, tidak akan begitu saja memaksakan kehendaknya kepada anaknya. Disinilah diperlukan dialog dan keterbukaan.
2. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua
3. Bergaul dengan baik dan berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut sebagaimana firman Allah dalam surat Al Israa' ayat 23. "Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil."
4. Tawadhu’ (rendah hati) dan tidak boleh sombong apabila pendidikan sang anak lebih tinggi dari pada orang tuanya atau apabila sang sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena keberadaan kita di dunia melalui mereka berdua dan sewaktu kita lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, lalu orang tua kita memberi kita makan, minum, dan pakaian.
5. Membantu orang tua secara fisik dan finansial. Rasulullah SAW menjelaskan kepada kita bahwa betapapun banyaknya kita mengeluarkan uang atau membantu kedua orang tua, maka itu tidak sebanding dengan jasa mereka kepada kita.
6. Mendo'akan ibu bapak agar diberikan ampunan, rahmat, dan lain sebagainya, sebagaimana firman Allah dalam surat Nuh ayat 28 yang artinya, "Ya Rabbku, ampunilah aku, ibu bapakku, ...."
7. Setelah orang tua meninggal, birrul walidain masih dapat diteruskan dengan cara:
a. menyelenggarakan jenazahnya dengan sebaik-baiknya
b. melunasi hutang-hutannya
c. melaksanakan wasiatnya
d. meneruskan silaturrahmi yang dibinanya
e. memuliakan sahabat-sahabatnya dan
f. mendo'akannya
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW, "Seorang laki-laki dari Bani Salimah datang bertanya kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, adakah sesuatu yang masih dapat saya kerjakan untuk ibu bapak saya sesudah keduanya meninggal dunia?" Rasulullah SAW menjawab, "Ada, yaitu, mensholatkan jenazahnya, meminta ampunan baginya, menunaikan janjinya, meneruskan silaturahminya dan memuliakan sahabatnya."" (HR. Abu Daud)
Keutamaan birrul walidain, al:
1. Birrul walidain merupakan amal yang paling utama, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Diriwayatkan dari 'Abdullah ibnu Mas'ud ra, dia berkata, "Aku bertanya kepada Nabi SAW, "Apa amalan yang paling disukai oleh Allah SWT?" Beliau menjawab, "Shalat tepat pada waktunya." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa?" Beliau SAW menjawab, "Birrul walidain." Kemudian aku bertanya lagi, "Seterusnya apa?" Beliau menjawab, "Jihad fi sabililah.""" (HR. Muttafaqun 'alaihi)
2. Ridha Allah bergantung Kkepada ridha orang tua, sebagaimana sabda beliau SAW, "Keridhaan Allah ada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah ada pada kemarahan orang tua." (HR. Tirmidzi)
3. Berbakti kepada orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami. Kita masih ingat hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar ra mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
4. Diluaskan rizki dan dipanjangkan umur, sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang “Artinya "Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturrahimnya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
5. Dimasukkan ke dalam surga oleh Allah SWT
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju surga, sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak dapat masuk ke dalam surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah SWT segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah SWT dan akan dimasukkan ke dalam surgaNya.
Tentang masalah shalat birrul walidain riwayat yg tsiqah untuk hal itu memang sepertinya tidak ada, namun bisa dikiaskan pada shalat hajat untuk meminta kemuliaan, keberkahan dan anugerah bagi ayah bunda, maka hal itu masyru' (diakui keshahihan riwayatnya dan dibahas jelas dalam syariah).
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Ajukan Pertanyaan atau Tanggapan Anda, Insya Allah Segera Kami Balas