Kata orang, bagaimana acuan, begitulah bentuknya. Selalu ibu
bapak adalah role model bagi setiap anak-anak. Oleh itu, adalah
penting untuk kita sebagai ibu bapak menjaga tutur kata dan tingkah
laku. Salah satu teknik yang penting adalah bagaimana berbicara dengan
anak-anak. Sadar atau tidak, cara kita berbicara dengan anak akan
menentukan cara dia belajar berbicara dengan orang lain.
Saya kadang-kala (ikut keadaan) adalah seorang yang “short tempered”.
Bagi saya bukanlah mudah untuk berbicara dengan anak-anak kecil,
terutama sekali yang seusia Nisa (7 tahun). Kadang-kala, saya terpaksa
mengulang berkali-kali tentang perkara yang sama, tapi Nisa tidak juga
menurut. Hemmm…Saya menemukan tips untuk berbicara dengan anak agar
mereka mau mendengar. Sebuah kata diolah agar pemahamannya lebih mudah.
Berikut beberapa tips yang boleh dilakukan :
1 – Connect before you direct
Sebelum anda memberikan arahan kepada anak, berlututlah setinggi level mata anak dan tatap matanya untuk mendapatkan perhatiannya. Ajarlah dia bagaimana untuk fokus. Contoh: “Nisa, Buya mau berbicara sedikit. Buya mau Nisa dengar, ya..”
Berikan ‘bahasa tubuh’ yang sama semasa anda mendengar percakapan mereka. Pastikan kontak mata anda tidak terlalu intens/keras, pandanglah anak anda dengan pandangan yang lembut sehingga anak menganggap pandangan mata itu sebagai cara ‘berkomunikasi’ bukan ‘mengontrol’.
2 – Address the child
Mulakan permintaan dengan menyebutkan nama anak.
Contoh: “Nisa, bisa tolong buya.....”
Contoh: “Nisa, bisa tolong buya.....”
3 – Stay brief
Gunakan
aturan ‘satu kalimat’. Letakkan kata arahan di permulaan kalimat.
Semakin lama anda berbicara atau berbicara meleret-leret, anak anda
akan semakin bertingkah laku ‘tuli’ dengan isi kata-kata anda. Terlalu
banyak bicara adalah kesalahan paling umum terjadi ketika berdialog
tentang suatu masalah dengan anak. Situasi seperti ini membuat anak
anda merasa bahwa anda sendiri tidak terlalu yakin dengan apa yang
ingin anda sampaikan. Dan dia akan beranggapan bahwa semakin dia
membuat anda terus berbicara, semakin mudah membuat anda menyimpang dari
topik masalah sebenarnya.
4 – Stay simple
Gunakan
kalimat-kalimat pendek dengan kata-kata yang mengandung satu sukukata.
Cobalah dengarkan bagaimana anak-anak berkomunikasi dengan teman
sebayanya dan perhatikan caranya. Bila anak anda sudah memperlihatkan
pandangan yang menunjukkan bahwa ia sedang tidak berminat, itu bermakna
kata-kata anda tidak lagi difahami olehnya.
5 – Ask your child to repeat the request back to you
Jika
anak anda tidak dapat mengulangi kembali arahan yang telah diberikan,
berkemungkinan besar kata-kata anda terlalu panjang atau terlalu rumit.
6 – Make an offer the child can’t refuse
Anda
dapat memberikan alasan kepada seorang anak usia 2 atau 3 tahun,
khususnya untuk menghindari ‘tunjuk kekuatan’ antara anda dengannya,
misalnya, “Cepat pakai baju supaya kamu boleh main di luar.” Berikan
alasan yang munasabah/sesuai untuk permintaan anda yang memang untuk
‘keuntungan’ sang anak dan juga ‘sulit untuk ditolak dia. Situasi ini
akan membuatnya tidak mencoba ‘tunjuk kekuatan’ dan mau melakukan apa
yang kita inginkan.
7 – Be positive
Daripada mengatakan
“Jangan lari-lari!”, tetapi cobalah dengan: “Di dalam rumah kita
berjalan, di luar rumah kamu boleh berlari.”
8 – Begin your directives with I want
Daripada mengatakan “Turun!”, cobalah dengan: “Buya minta kamu turun.”
Daripada, “Sekarang giliran Yaqut.”, cobalah dengan: “Buya mau Nisa memberi giliran buat Yaqut.” Cara seperti ini berhasil baik untuk anak-anak yang ingin bersikap baik tapi tidak suka ‘diperintah’. Dengan mengucapkan, “Buya ingin....”, anda memberinya alasan untuk 'rela melakukannya' dibandingkan hanya sekadar ‘satu perintah’.
Daripada, “Sekarang giliran Yaqut.”, cobalah dengan: “Buya mau Nisa memberi giliran buat Yaqut.” Cara seperti ini berhasil baik untuk anak-anak yang ingin bersikap baik tapi tidak suka ‘diperintah’. Dengan mengucapkan, “Buya ingin....”, anda memberinya alasan untuk 'rela melakukannya' dibandingkan hanya sekadar ‘satu perintah’.
9 – When … then
“Selepas kamu selesai menggosok gigi, mama akan bacakan buku cerita.”
“Selepas PR kamu selesai, kamu boleh nonton TV.”
Kata ‘selepas’ yang menyatakan bahwa anda mengharapkan ‘kepatuhan’, lebih berhasil diterapkan dibandingkan kata ‘kalau’. Pemilihan kata ini seperti ini memberikan anak satu pilihan, di masa anda tidak bermaksud memberinya pilihan.
“Selepas PR kamu selesai, kamu boleh nonton TV.”
Kata ‘selepas’ yang menyatakan bahwa anda mengharapkan ‘kepatuhan’, lebih berhasil diterapkan dibandingkan kata ‘kalau’. Pemilihan kata ini seperti ini memberikan anak satu pilihan, di masa anda tidak bermaksud memberinya pilihan.
10 – Leg first, mouth second
Daripada
berteriak, “Matikan TV, sekarang makan malam!”, cobalah untuk berjalan
mendekati anak, bergabung dengan keasyikannya menonton TV sebentar dan
setelah itu, ketika ada iklan TV, mintalah anak Anda mematikan TV.
Berjalan mendekati anak anda sebelum memintanya melakukan sesuatu
memiliki pesan tersirat bahwa anda serius dengan permintaan anda. Jika
tidak demikian, anak-anak hanya akan menafsirkannya sebagai pilihan
belaka.
11 – Give choices
‘Kamu mau pakai pijama atau gosok gigi dulu?’
‘Baju warna merah atau yang biru?’
‘Baju warna merah atau yang biru?’
12 – Speak developmentally correctly
Semakin
kecil usia seorang anak, arahan anda seharusnya semakin pendek dan
semakin sederhana. Pertimbangkan tingkat pengertian anak anda. Sebagai
contoh, suatu kesalahan umum yang sering dilakukan ibu bapak jika
bertanya pada anaknya yang masih berusia 3 tahun, “Kenapa kamu lakukan
itu?” Bahkan sebagian besar orang dewasa pun hampir tidak dapat
menjawab pertanyaan seperti itu. Cobalah dengan, “Mari kita bicarakan
tentang apa yang baru saja kamu lakukan.”
13 – Speak socially correctly
Bahkan
anak usia 2 tahun pun dapat belajar mengatakan ‘tolong’. Upayakan anak
anda belajar bersikap sopan. Jangan sampai mereka berfikir bahwa
‘etika’ adalah sebuah ‘pilihan’. Berbicaralah kepada anak anda dengan
cara yang anda inginkan mereka lakukan juga kepada anda.
14 – Speak psychologically correctly
Kalimah
pembuka berupa ‘ancaman’ atau ‘menghakimi’ cenderung menempatkan anak
pada sikap mempertahankan diri. Kata ‘kamu’ berisi pesan yang membuat
seorang anak jadi bungkam. Kata ‘saya’ berisi pesan yang ‘tidak
menuduh’. Daripada mengatakan, “Kamu lebih baik lakukan ini...” atau
“Kamu harus ...”, cobalah katakan, “Buya mau ...” atau, “Umma suka
sekali kalau Nisa ....”.
Daripada mengatakan “Kamu harus membersihkan meja.”, cobalah katakan, “Mama mau kamu bersihkan meja ini.” Sebaiknya, jangan berikan pertanyaan arahan bila tidak ingin mendapatkan jawaban ‘tidak’. Contoh: jangan katakan, “Maukah kamu mengangkat piring kamu?”, cukup katakan, “Tolong angkat piring kamu.”
Daripada mengatakan “Kamu harus membersihkan meja.”, cobalah katakan, “Mama mau kamu bersihkan meja ini.” Sebaiknya, jangan berikan pertanyaan arahan bila tidak ingin mendapatkan jawaban ‘tidak’. Contoh: jangan katakan, “Maukah kamu mengangkat piring kamu?”, cukup katakan, “Tolong angkat piring kamu.”
15 – Write it
‘Mengingatkan’
dapat berubah dengan mudah menjadi ‘mengomel’, khususnya bagi
anak-anak pra-remaja yang merasa jika mereka diperintahkan sesuatu akan
membuat mereka langsung masuk ke dalam golongan ‘budak’. Tanpa
mengucapkan apa-apa, anda dapat berkomunikasi apa saja yang ingin anda
sampaikan. Bicaralah dengan pensil dan notes. Tinggalkan catatan/pesan
jenaka untuk anak anda. Lalu duduklah dan lihatlah apa yang akan
terjadi.
16 – Talk the child down
Semakin nyaring anak
anda berteriak, sebaiknya semakin lembut anda beri respon. Biarkan anak
anda meluapkan kemarahannya sementara anda menyambut dengan sedikit
komen: “Ok, mama faham.” atau, “Boleh mama tolong/bantu?”
Kadang-kadang hanya dengan memiliki seorang pendengar yang peduli akan meredakan sifat tantrum/nbandel seorang anak. Jika anda menghadapinya dengan tingkat kemarahan yang sama dengan anak anda, anda harus berhadapan dengan dua macam tantrum/kebandelan. Jadilah sebagai orang dewasa untuk anak anda.
Kadang-kadang hanya dengan memiliki seorang pendengar yang peduli akan meredakan sifat tantrum/nbandel seorang anak. Jika anda menghadapinya dengan tingkat kemarahan yang sama dengan anak anda, anda harus berhadapan dengan dua macam tantrum/kebandelan. Jadilah sebagai orang dewasa untuk anak anda.
17 – Settle the listener
Sebelum memberikan
perintah, pulihkan lebih dahulu keseimbangan emosi anda. Jika tidak,
anda hanya akan membuang waktu saja. Tidak ada satupun yang ‘mengendap’
dalam pikiran seorang anak bila dia sedang berada dalam kondisi emosi
yang tidak baik.
18 – Replay your message
Anak-anak di
bawah usia 2 tahun masih sulit memahami arahan-arahan anda. Sebahagian
besar anak usia 3 tahun mulai belajar memahami arahan sehingga apa yang
anda bicarakan mulai ‘mengendap’ dalam fikiran mereka. Cobalah untuk
mulai mengurangi ‘arahan yang diulang-ulang’ saat anak anda mulai
beranjak lebih besar. Anak-anak pra-remaja bahkan menilai ‘pengulangan’
ini sebagai bentuk ‘kebebelan’.
19 – Let your child complete the thought
Daripada
mengatakan, “Jangan sampai barang-barang kotor dan berserakan!”,
cobalah katakan, “Nisa, coba fikirkan di mana kamu mau simpan mainan
ini.” Membiarkan anak memikirkan hal seperti ini cenderung
memberikannya sebuah pelajaran yang bertahan lama.
20 – Use rhyme rules
Misal: “If you hit, you must sit.” … Mintalah anak anda mengulangi ritme yang semacam ini.
21 – Give likable alternatives
“Kamu tidak boleh pergi sendirian ke taman itu, tapi kamu boleh bermain di lapangan sebelah.”
22 – Give advance notice
“Kita akan segera pergi. Sebut ‘bye-bye’ ke mainan kamu, ‘bye-bye’ ke teman-teman kamu.”
Ho…ho… tips ini sangat berguna dan perlu dipraktikkan bila saya membawa anak-anak ke Toys‘R’Us…
Ho…ho… tips ini sangat berguna dan perlu dipraktikkan bila saya membawa anak-anak ke Toys‘R’Us…
23 – Open up a closed child
Hati-hati
dalam memilih kalimat yang bertujuan untuk ‘membuka’ fikiran dan mulut
si kecil yang sedang ‘tertutup’ ini. Tetaplah pada topik-topik yang
anda tahu ia akan membuatkan anak anda bersemangat ingin tahu. Ajukan
pertanyaan-pertanyaan yang memperuntukkan jawapan lebih daripada hanya
‘ya’ atau ‘tidak’. Tetaplah pada hal-hal yang spesifik. Daripada
mengatakan, “Apakah kamu senang di sekolah hari ini?”, cobalah katakan
“Apa yang paling menyenangkan yang kamu kerjakan hari ini?”
24 – Use When you… I feel… because..
Contoh, “Kalau kamu lari-lari dan jauh dari mama di dalam taman ini, mama akan susah karena kamu mungkin akan tersesat.”
25 – Close the discussion
Jika
memang ada hal yang tidak dapat lagi diperbincangkan, katakanlah
kepada anak anda, “Saya tidak akan berubah fikiran tentang masalah ini.
Maaf.” Anda akan menghemat ‘kelelahan’ dan ‘air mata’ anda juga anak
anda. Simpan saja nada ‘serius’ anda jika diperlukan nanti.
terima kasih atas informasinya, semoga bermanfaat...
BalasHapus